MESKI PARU-PARUMU HANYA SATU YA
JENDRAL
Karya:
Sunardian Wirodono
Siapakah kau
yang duduk dalam tandu, penuh debu dan keringat
Diiring
ratusan lasykar dan lambaian berjuta rakyat
Siapakah kau
yang berjas lusuh, mengenakan ikat kepala
Di tengah
desing peluru musuh, dengan merah putih di dada
Aku tahu, ya
aku tahu, kaulah yang turut menjaga negeri
Mempertahankan
sejengkal tanah, ribuan nyawa dan harapan
Engkaulah
yang keluar masuk hutan, melintasi malam gelap
Melewati
lembah dan ngarai, menerobos hujan dan badai
Engkaulah
yang membebaskan negeri dari bencana
Bukan dengan
kata-kata, ya, bukan dengan kata-kata
Engkaulah
desau angin, bergerak senantiasa
membangkitkan
negeri dengan lagu-lagu merdeka
dari desa ke
kota
dari kota ke
desa
Engkaulah
pahlawan itu, ya Jenderal, engkaulah itu
Karena
engkau berjuang, menjaga keselamatan negeri
Untuk masa
depan bangsa dan lukisan sejarah
Sepanjang
waktu sepanjang kenangan anak cucu
Engkaulah
pahlawan itu ya Jenderal, engkaulah itu
Karena semua
yang terbaik, Telah kau berikan untuk negeri
Hingga yang
tinggal hanyalah keletihan dan doa
Hingga yang
tinggal hanyalah tubuh penuh luka
Tapi engkau
tahu itu, semuanya takkan sia-sia
Karena ada
yang mesti diselamatkan dari negeri ini
Meski
paru-parumu hanya satu, ya Jenderal, hanya satu.
SALAM PADAMU RAKYAT BERJUANG
Karya:
Djawasin Hasugian
Kudengar
tangismu di seberang lautan
yang sedang
berjuang, memeluk sinapang
Kudengar
marahmu di tengah lautan
Di antara
gunung dan pohon-pohon hutan
Hatimu yang terbakar
- karena penindasan
Ku cinta kau
rakyat berjuang
Orang-orang
hitam, kuning, dan coklat
Di tanah
dimana kau lahir, mati, dan beranak
Karena tanah
kelahiran
Adalah tanah
kecintaan - Anugrah tuhan
Karena
siapakah?
Tak inginkan
kemerdekaan?
Kebebasan
dan kebahagiaan?
Mencangkul,
menanam tanah kelahiran?
Lewat arus
laut aku berpesan
Salam
cintaku padamu, rakyat berjuang!
Sebab, kalau
hati nurani manusia telah menuntut
Tak ada yang
dapat menahan sekalipun maut
Bukanlah
hidup hanya sekadar hidup
Panggullah
sinapang
Pagi terang
pasti datang
Di puncak
gunungmu tanah pejuang
Karena
tuhanpun tak hendakkan
Ketakadilan
atas kemanusiaan.
KARAWANG BEKAS
Karya Chairil
Anwar
Kami yang kini
terbaring antara Krawang-Bekasi
tidak bisa teriak “Merdeka” dan angkat senjata lagi.
Tapi siapakah yang tidak lagi mendengar deru kami,
terbayang kami maju dan mendegap hati ?
tidak bisa teriak “Merdeka” dan angkat senjata lagi.
Tapi siapakah yang tidak lagi mendengar deru kami,
terbayang kami maju dan mendegap hati ?
Kami bicara
padamu dalam hening di malam sepi
Jika dada rasa hampa dan jam dinding yang berdetak
Kami mati muda. Yang tinggal tulang diliputi debu.
Kenang, kenanglah kami.
Jika dada rasa hampa dan jam dinding yang berdetak
Kami mati muda. Yang tinggal tulang diliputi debu.
Kenang, kenanglah kami.
Kami sudah coba
apa yang kami bisa
Tapi kerja belum selesai, belum bisa memperhitungkan arti 4-5 ribu nyawa
Tapi kerja belum selesai, belum bisa memperhitungkan arti 4-5 ribu nyawa
Kami cuma
tulang-tulang berserakan
Tapi adalah kepunyaanmu
Kaulah lagi yang tentukan nilai tulang-tulang berserakan
Tapi adalah kepunyaanmu
Kaulah lagi yang tentukan nilai tulang-tulang berserakan
Atau jiwa kami
melayang untuk kemerdekaan kemenangan dan harapan
atau tidak untuk apa-apa,
Kami tidak tahu, kami tidak lagi bisa berkata
Kaulah sekarang yang berkata
atau tidak untuk apa-apa,
Kami tidak tahu, kami tidak lagi bisa berkata
Kaulah sekarang yang berkata
Kami bicara
padamu dalam hening di malam sepi
Jika ada rasa hampa dan jam dinding yang berdetak
Jika ada rasa hampa dan jam dinding yang berdetak
Kenang,
kenanglah kami
Teruskan, teruskan jiwa kami
Menjaga Bung Karno
menjaga Bung Hatta
menjaga Bung Sjahrir
Teruskan, teruskan jiwa kami
Menjaga Bung Karno
menjaga Bung Hatta
menjaga Bung Sjahrir
Kenang,
kenanglah kami
yang tinggal tulang-tulang diliputi debu
Beribu kami terbaring antara Krawang-Bekasi
yang tinggal tulang-tulang diliputi debu
Beribu kami terbaring antara Krawang-Bekasi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar